Kadang rasanya dunia ini sempit sekali.
Tempat yang katanya “rumah” nggak pernah ada,
dan orang yang kita kira bisa jadi tempat pulang,
justru yang paling sering melukai.
Lucu, ya.
Sudah berusaha bertahan dengan segala kehilangan,
sudah belajar jalan sendiri saat semua pintu tertutup,
sudah mencoba kuat tanpa banyak tempat bersandar
tapi tetap saja masih harus dikhianati oleh orang yang kita percaya paling dalam.
Kita cuma pengin merasa aman.
Pengin ada satu tempat atau satu orang yang bisa jadi ruang tenang.
Yang bisa dipeluk tanpa takut ditinggal.
Yang bisa didengar tanpa harus selalu kuat.
Tapi nyatanya, nggak semua yang kita beri cinta tahu cara menjaga.
Nggak semua yang kita percaya paham artinya dipilih.
Dan nggak semua yang kita anggap pulang… bisa benar-benar jadi rumah.
Sakitnya bukan karena ditinggal.
Tapi karena ditinggal sama orang yang kita bela sepenuh hati.
Yang kita doakan diam-diam.
Yang kita jaga, bahkan saat kita sendiri lagi nggak baik-baik aja.
Tapi begini ya...
Mungkin luka ini bukan tanda bahwa kita terlalu lemah.
Mungkin luka ini adalah cara semesta bilang,
kita pantas dapat cinta yang nggak membuat kita merasa sendirian,
meski sedang bersama.
Aku masih belajar menerima itu.
Masih belajar bahwa ternyata bukan semua kehangatan bisa disebut rumah.
Dan bukan semua orang yang kita perjuangkan akan memilih tetap tinggal.
Tapi aku juga tahu satu hal
Aku tetap pantas dicintai.
Meski belum punya rumah.
Meski belum punya siapa-siapa.
Meski pernah dikhianati oleh tempat yang kuanggap paling aman.
Semoga nanti, pelan-pelan, kita bisa menciptakan rumah di dalam diri sendiri.
Dan ketika saatnya tiba, kita akan bertemu seseorang yang nggak akan membuat kita merasa jadi tempat persinggahan.
Yang kali ini… benar-benar jadi pulang.
Komentar
Posting Komentar